BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Pendidikan Nilai dalam Konteks Pendidikan Nasional
Pendidikan Nilai ialah hal yang mutlak untuk dimiliki seseorang. pendidikan merupakan fasilitas yang menghantarkan insan terhadap nilia-nilai yang luhur, mengajarkan insan norma dan nilai yang baik dalam melaksanakan sesuatu. tanpa pendidikan nilai, maka insan tidak akan tahu bagaimana bersikap dan berbuat untuk melaksanakan kegiatan dengan sikap dan prilaku yang memiliki nilai luhur.
Pendidikan nilai dalam konteks Pendidikan Nasional merupakan suatu kajian yang memberiklan pengetahuan bahwa pendidikan nilai merupakan dasar dan tolak ukur seseorang. untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang Pendidikan nilai dalam konteks Pendidikan Nasional, maka penulis berinisiatif meluncurkan tema pada makalah ini dengan judul Pendidikan nilai dalam konteks Pendidikan Nasional.
A. Pendidikan Nasional
Pendidikan Nasional yaitu pelaksanaan pendidikan sebuah negara berdasarkan kepada sosio-kultural, sosio psikologis, sosio irit dan sosio politis. Pusat orientasinya adalah demi keberadaan bangsa, cita-cita bangsa dan negara, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Urgensi pendidikan nasional jangka pendek terutama diarahkan kepada menyanggupi kebutuhan nasional dalam pembangunan negara, dalam tiap lapangan kehidupan bangsa itu. Sedangkan kebutuhan jangka panjang yaitu demi keberadaan dan integritas nasional, demi regenerasi bangsa dan kepemimpinan nasional untuk membina kepribadian bangsa yang tercermin dalam tatanan kehidupan.[2]
B. Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan Nasional berorientasai pada perwujudan tatanan baru kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia dalam merealisasikan penduduk madani Indonesia (civil society). Masyarakat gres yang bersifat pluralistik yang berkepribadian Indonesia dibutuhkan mampu mendorong semangat kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka memburu cita-cita dan cita-cita kala depan yang cerah. Pendidikan di masa depan harus mampu mempercepat terbentuknya tatanan masyarakat yang pertama, menghargai perbedaan pendapat sebagai manifestasi dari rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara serta pemantapan kehidupan demokrasi di semua bidang kehidupan.
Kedua, tertib sadar hukum, memiliki budaya aib, dan mampu membuat keteladanan. Ketiga, mempunyai rasa percaya diri, mampu berdiri diatas kaki sendiri dan inovatif, mempunyai etos kerja yang tinggi, serta berorientasi terhadap penguasaan ilmu wawasan dan teknologi (iptek) dalam memacu keunggulan bangsa dalam kerangka persaingan dunia.[3] Dalam UUD RI. No 14 Thn 2005. Tentang guru dan dosen, disebutkan tujuan pendidikan nasioanal yaitu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan mutu manusia Indonesia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu wawasan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil makmur, dan beradab menurut pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Thn 1945.[4]
C. Faktor-Faktor Yang Menunjang Teraplikasinya Nilai Dalam Pendidikan Nasional
Saat ini dunia pendidikan kita tengah mencoba sejumlah penemuan pendidikan, banyak hal baru yang di perkenalkan dalam dunia pendidikan seiring dengan pergantian orientasi kebijakan Pendidikan Nasional dari yang statistik kedesentralistik, salah satu yang gampang kita temukan, inovasi pendidikan mengemukakan dalam ungkapan-ungkapan yang serba berbasis kompetensi (KBK), dan lain-lain. Istilah-perumpamaan itu tidak pernah timbul dalam kurikulum 1994 yang dipakai sebelumnya sesudah adanya kebijakan desentralisasi pendidikan. Yang dimaksud inovasi pendidikan disini yakni pemikiran atau acara yang dipersepsi sebagai satuan yang baru oleh penemunya, ungkapan gres memang mampu relatif, suatu ide atau acara yang sebetulnya telah usang berdasarkan sebuah komunitas masyarakat atau bangsa mampu dianggap baru oleh yang lain.
Rogers (1983) membuat batasan perihal obyektivitas seseorang dalam menganggap sesuatu yang dianggap gres berdasarkan dua persyaratan, yaitu yang pertama baru diukur bahwa ide atau acara tersebut memang pertama kali ditemukan.Yang kedua baru diukur oleh jarak waktu ketika seseorang atau kalangan penduduk pertama kali menggunakan gagasan atau program pendidikan itu.[5]Pada kretiria pertama, penemuan pendidikan banyak di kembangkan di lembaga pendidikan negara maju, ide gres yang dihasilkan lewat sejumlah observasi dan pengembangan dalam bidang pendidikan banyak dihasilkan oleh para pendidik dan andal pendidikan yaitu fasilitas dan kemudahan dan SDM yang tersedia cukup mendukung, sehingga temuan-temuan baru dalam bidang pendidikan dari tahun ketahun makin bertambah. Hal ini perlu dicermati berkenaan dengan pemikiran dan program untuk kenaikan mutu pendidikan. Lebih mempesona lagi ide dan program yang disediakan melalui sejumlah buku dan kebijakan pendidikan ternyata memiliki perhatian yang cukup serius dalam hal penyadaran nilai.
D. Landasan Kultural Pendidikan Nilai
Dalam konteks Pendidikan Nasional pengembangan pendidikan Nilai perlu diartikulasaikan sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa, yang bersifat kultural dan spiritual, hal ini tidak memiliki arti mesti mengabaikan landasan atau prinsip pengembangan pendidikan nilai yang bersipat umum mirip landasan filosofis, psikologis, sosial dan prinsip ketuhanan serta keterpaduan untuk menunjukkan makna atau penyadaran nilai mampu mengacu pada landasan yuridis dan religi yang berkembang dalam masyarakat kita.[6]
Landasan yuridis dalam penyelenggaraan pendidikan Nilai dalam konteks Pendidikan Nasional bantu-membantu mempunyai landasan hukum yang berpengaruh. Idiologi negara dan undang-undang dan GBHN merupakan ketentuan yuridis yang banyak mengandung pesan nilai. Karena itu pendidikan nilai memiliki posisi yang cukup strategis dalam pendidikan Nasional,
Dalam Pancasila sebagai landasan ideal bangsa kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa, Pancasila kaya dengan pesan nilai, etika dan budpekerti asli bangsa, karena itu landasan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dapat dijadikan landasan yang berpengaruh bagi penyelenggara pendidikan nilai di sekolah dikeluarga dan dimasyarakat. Secara relaktis sila-sila yang terdapat dalam Pancasila dengan terperinci menempatakan nilai ketuhanan yang diikuti oleh nilai kodrat kemanusiaan, dan nilai etis filosofis persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial. Semua nilai yang terkandung dalam Pancasila pastinya bukan sekedar simbol-simbol tiorik saja, tetapi merupakan falsafah atau idiologi bangsa yang mesti betul-betul direalisasikan dalam kehidupan berbagsa, bernegara dan beragama.
Dalam UUD 1945, dan dalam GBHN dengan jelas menggungkapkan lima dari tujuh karekter manusia Indonesia yang bersifat afektif ialah: ketakwaan, kebijaksanaan pekerti, kepribadian, semangat kebangsaan, dan cinta tanah air. Pengenmbangan lima aspek itu ialah garapan utama pendidikan nilai, disamping menolong bangsa biar menjadi cersdas dan trampil. Undang-undang pendidikan Nilai No. 2 Tahun 1989 maka status dan peran pendidikan nilai semakin berpengaruh. Pengembangan faktor afektif dalam pendidikan formal yang makin dituntut seimbang dengan dua faktor yang lain, ialah kognitif dan psikomotorik, sekaligus memperkuat posisi pendidikan nilai dalam konteks Pendidikan Nasional.
E. Moralitas Kesadaran Masyarakat
Manusia merupakan makhluk tuhan yang terbaik, mereka yaitu makhluk hidup yang memiliki tujuan dan fungsi yang bagus, secara tabiat manusia itu harus berbuat baik, berintraksi dan berbudaya untuk membuatkan sumber daya alam. Secara konseptual, etika insan itu sendiri memiliki beberapa tingkatan. Cheppy Haricahyono 1995 berpendapat bahwa sopan santun terdiri dari beberapa tingkatan ialah: Standar susila, hukum budbahasa, dan pertimbangan moral. Standar watak ialah bazis pijakan atau asumsi untuk memilih apakah secara akhlak sebuah tindakan itu diperkenankan atau tidak, baik atau tidak atau diterima oleh penduduk dan apakah bermaslahat bagi ummat atau tidak. Makna lain dari tolok ukur moral ialah prinsip-prinsip dasar atau tolok ukur yang paling fundamental untuk memilih benar atau salahnya sebuah langkah-langkah manusia didalam menjalani proses hidupnya. Aturan watak merupakan langkah-langkah yang dianggap benar atau salah dengan menurut pada kreteria yang di formulasikan oleh standard moral. Pertimbangan susila merupakan evaluasi watak terhadap dimensi kepribadian sekaligus langkah-langkah-tindakan seseorang baik bersifat umum maupun spesifik [7]
F. Pendidikan Yang Bermutu Kunci Keberhasilan
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pendidikan baik dalam makna formal, non formal, informal, maupun jaringan-jaringan kemasyarakatan, memiliki arti segala sesuatu yang berafiliasi dengan manusia yang mengandung seperangkat kesempatandan prilaku keseharian. Faktor SDM suatu negara akan memilih status kenegaraan itu, apakah negara ndeso, atau sedang meningkat dan maju.
Oleh karena itu modernisasi pembangunan suatu negara kebanyakan memilih maju mundurnya pendidikan dalam masyarakat dari keterbelakangan info-isu. Keberhasilan pembangunan nasional Indonesia mesti sejalan dengan perilaku mental SDM yang mendukung proses pembangunan itu ialah sebagai bagian dari agenda kerja pendidikan. Konsep ini mengisyaratkan bahwa wahana pengembangan sumber daya insan ialah pendidikan, hasilnya pendidikan itu harus bisa menghasilkan sumber daya manusia dengan tiga kemampuan. Pertama: Kemampuan melahirkan manusia yang mampu menunjukkan perlindungan terhadap pembangunan nasional. Kedua: Kemampuan untuk menghasilkan insan yang dapat mengapresiasikan, menikmati, dan memelihara hasil-hasil pembangunan itu. Ketiga: Kemampuan melahirkan proses pemanusiaan dan kemanusiaan secara terus menerus menuju bangsa yang adil dan bijak, dalam makna kemajuan dan pertumbuhan, dan memelihara dan merespon secara konkret hasil-hasil pembangunan adalah rasa mempunyai sumber-sumber lingkungan hidup, lingkungan fisik dan non-fisik.[8]
Bahwa kualitas pendidikan sekolah dapat diartikan selaku kesanggupan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efesien kepada komponen-unsur yang berkaitan dengan sekolah sehingga menghasilkan nilai tambah unsur tersebut menurut norma/standard yang berlaku. Pendapat tentang persyaratan mutu pendidikan Engkoswara(1986) menyaksikan mutu/kesuksesan pendidikan itu dari tiga sisi adalah: prestasi, situasi, dan ekonomi. Indikator yang termasuk kedalam kriteria hasil dan pelayanan pendidikan yaitu meliputi spesifikasi wawasan, keahlian, dan perilaku yang diperoleh anak bimbing. Hasil pendidikan itu dimanfaatkan di masyarakat dan di dunia.[9]
G. Peningkatan Peran Dan Mutu Guru Yang Profesional
Untuk mengaktifkan pencapaian tujuan Pendidikan Nasional banyak sekali upaya dilakukan adalah mengupayakan ekspansi dan pemerataan potensi menemukan pendidikan yang berkualitas tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia, menuju terciptanya insan Indonesia yang berkualitas dan memajukan kesanggupan akademik professional serta mengembangkan jaminan kemakmuran tenaga kependidikan sehingga tenaga kependidikan mampu berfungsi secara optimal. Melakukan pembauran sistem pendidikan tergolong pembauran kurikulum, dan mempekerjakan forum pendidikan baik di sekolah maupun luar sekolah sebagai sentra pemberdayaan nilai, perilaku, dan kesanggupan, serta mengembangkan partisipasi kekeluargaan dalam masyarakat yang mempunyai kepribadian dengan cirri-ciri sebagai berikut:
Dalam konteks Pendidikan Nasional arti penting pendidikan nilai telah memasyarakat, kalau dikaikan dengan fenomena kehidupan dikala ini terkadang kurang kondusif bagi periode depan bangsa. Arus globalisasi yang demikian besar lengan berkuasa berpeluang mengikis jati diri bangsa, nilai-nilai kehidupan yang dipelihara menjadi goyah bahkan berangsur hilang. Karena budaya luar lebih ditanggapi penduduk daripada budaya pribumi, kenapa? Karena merupakan kehidupan gres bagi masyarakat pribumi, meskipun sesungguhnya tidak berimbang dengan nilai budaya kita . Tetapi lazimnya penduduk mengharapkan hal-hal yang gres tanpa memperdulikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yang hasilnya menuntut peranan pendidikan nilai untuk sungguh-sungguh menjamin lahirnya generasi yang tangguh secara intelektual maupun budbahasa.
Analisis atas kinerja pendidikan di Indonesia, sejak dulu sampai sekarang sudah mengantarkan kita pada sebuah kesimpulan bahwa terdapat beberapa kekurangan fundamental dalam penyelenggaraan pendidikan di tanah air. Salah satu bidang administrasi ketatalaksanaan sekolah, dan pada tataran proses mirip perencanaan, palaksanaan, dan penilaian belum dijalankan dengan mekanisme kerja yang ketat. Pada bidang lain mirip personalia, keuangan, sarana, dan prasarana, instrumen pembelajaran, layanan bantu, layanan perpustakaan, dan sebagainya.
Bukan cuma substansinya belum komprehensif melainkan patokan kesuksesan untuk masing-masing belum diterapkan secara taat dan berazas. Kemampuan pendekatan proses yang menuju tercapainya, kadang kala mengalami kendala alasannya adalah berbenturan dengan prilaku birokrasi, apatisme, disiplin rendah, biaya yang kurang, instrumen pendukung yang tidak valid, sifat kompetitif yang belum berkembang dan dukungan masyarakat yang begitu rendah.[11]
I. Muatan Nilai Dalam Pendidikan Nasional
Dalam konteks pendidikan nasional, arti penting pendidikan nilai tidak disangsikan lagi. Munculnya upaya pendidikan nilai yang sukses dirasakan sungguh mendesak bila dikaitkan dengan tanda-tanda-gejala kehidupan dikala ini yang acap kali kurang aman bagi kurun depan bangsa. Nilai-nilai kehudupan yang dipelihara menjadi goyah bahkan berangsur hilang. Perambatan budaya luar yang kurang ramah kepada budaya pribumi pada gilirannya menuntut tugas pendidikan nilai untuk benar-benar menjamin lahirnya generasi yang tangguh secara intelektual maupun etika.[12] Saat ini Pendidikan Nasional menghadapi aneka macam tantangan yang amat berat utamanya dalam upaya merencanakan kualitas sumber daya insan (SDM) yang mampu berkompetisi di kala global.[13]
Upaya untuk membangun kualitas kehidupan manusia lewat pendidikan persekolahan terus dilaksanakan dan tidak akan terhenti. Proses ini berjalan secara stimulan dan berkesinambungan, eksistensi insan saat ini diputuskan oleh proses pendidikan sebelumnya dan eksistensi insan akan tiba diputuskan oleh proses pendidikan saat ini.[14] Karena itu Pendidikan di sekolah sebaiknya menunjukkan prioritas untuk membangkitkan nilai-nilai kehidupan serta menerangkan implikasinya kepada kualitas hidup masyarakat.[15] Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Thn 2003 menyebutkan ada beberapa perubahan arah kebijakan yang cukup strategis bagi kurun depan pengembangan nilai di sekolah. Beberapa arah perubahan kebijakan beserta nilainya dapat kita simpulkan selaku berikut:
Salah satu ciri umum UUSPN no 20 Thn 2003 bersifat desentralistik memberikan bahwa pengembangan nilai-nilai kemanusiaan terutama dalam bidang pendidikan menjadi hal yang utama. Desentralisasi tidak hanya dimaknai sebagai limpahan kewenangan pengelolaan pendidikan pada tingkat kawasan atau sekolah namun dapat juga diartikan sebagai upaya pengembangan dan pemberdayaan nilai secara mampu berdiri diatas kaki sendiri pada para pelaku pendidikan, jika dulu nilai keadilan pendidikan ditempatkan pada konteks pemerataan, kini nilai keadilan menyatu dengan peluang untuk berbagi potensi sekolah atau individu secara unik.
Bahwa Pendidikan Nasional yang bermaksud mengembangkan mutu insan Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia telah memberikan porsi pada pemberdayaan pendidikan nilai dalam perjuangan membangun huruf moral bangsa. Ini mempunyai arti bahwa proses pendidikan harus kembali pada nilai-nilai serta kesadaran-kesadaran ketuhanan sesuai dengan iktikad yang dianut.
Disamping itu UUSPN menaruh perhatian kepada pendidikan anak usia dini yang mempunyai misi nilai sangat penting bagi pertumbuhan anak. Anak perlu dilatih untuk melibatkan asumsi, perasaan dan tindakannya dikala mereka bermain, bernyanyi, menulis atau menggambar sehingga pada diri mereka tumbuh nilai-nilai kejujuran, keadilan, kasih-sayang, toleransi, tanggung jawab dan keindahan dalam pengertian nilai berdasarkan kemampuan pengertian mereka.
Dengan disebutkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada bagian klarifikasi UUSPN, ini menunjukan bahwa nilai-nilai kehidupan akseptor latih perlu dikembangkan sesuai keperluan dan kesanggupan belajar mereka. Secara psikologis, hal ini mempunyai makna cukup luas, alasannya adalah kebutuhan dan kemampuan peserta ajar hanya akan mampu dipenuhi jika proses pembelajaran menjamin tumbuhnya perbedaan individu.[16]
J. Beberapa Contoh Bidang Studi Yang Memuat Pendidikan Nilai
a. IPA dan Matematika
Pada dasarnya tiap proses pendidikan menyertakan nilai dengan bermacam-macam jenis dan interaksinya. Namun proses pendidikan nilai masih sangat terbuka untuk dibicarakan dalam kerangka mencari alternatif-alternatif terbaik bagi proses internalisasi nilai agar mampu tercapai secara optimal. IPA dan Matematika merupakan dua disiplin ilmu yang mempunyai cara kerja berlawanan tetapi teori dan dalilnya mempunyai kebenaran niscaya. Karenanya kedua disiplin ilmu itu dikelompokkan sebagai ilmu pasti.[17]
Cara kerja keduanyapun bersifat fungsional, yakni Matematika berfungsi sebagai ilmu bantu bagi pengembangan IPA yang mencakup Fisika, Kimia, dan Biologi. UNESCO(1993) mencatat bahwa pembelajaran IPA dan Matematika yang dilakukan secara terpadu dengan kebutuhan pendidikan nilai akan bisa merobah makna belajar, meningkatkan kesanggupan akseptor ajar dalam menghargai bantuan IPTEK, menyebarkan minat mereka dalam belajar dan memiliki perilaku ilmiah yang terperinci. Karena materi esensial yang terdapat pada pokok-pokok bahasan IPA, Matematika mengandung nilai watak dan adab yang harus dimiliki oleh peserta latih.
b. IPS dan Humaniora
Ilmu Sosial merupakan disiplin ilmu mencakup sejumlah cabang disiplin ilmu lainnya mirip Psikologi, Geografi, Ekonomi, Politik, Sosial dan Antropologi. Sementara itu Humaniora meliputi bahasa dan sastra. Pengembangan pendidikan nilai yang terintegrasi dengan IPS dan Humaniora memiliki arti penting bagi kenaikan mutu pendidikan Nilai. Nilai yang berintegrasi dalam pembelajaran IPS dan Humaniora mampu berupa nilai intrinsik mirip obyektivitas, rasionalitas dan kejujuran ilmiah, atau dapat pula berbentuknilai dasar susila mirip kepedulian terhadap orang lain, empati dan kebaikan sosial lainnya. Diyakini bahwa pengembangan IPS dan Humaniora yang benar dan mempunyai arti akan bisa menghasilkan eksklusif-eksklusif sehat dan tangguh.[18]
c. Pendidikan Nilai Pada mata pelajaran PAI
Sebagai mata pelajaran, PAI mempunyai peranan penting dalam penyadaran nilai-nilai agama Islam terhadap penerima didik. Muatan mata pelajaran yang mengandung nilai, etika dan akhlak agama menempatkan PAI pada posisi terdepan dalam pengembangan budpekerti beragama siswa. Hal itu sekaligus berimplikasi pada peran-peran guru PAI yang kemudian dituntut lebih banyak kiprahnya dalam penyadaran nilai-nilai keagamaan. Pendidikan agama juga mempunyai karakteristik tersendiri yang berlainan dengan mata pelajaran lainnya. Pendidikan Agama Islam (PAI) mempunyai beberapa karakteristik diantaranya:
Pembahasan Nilai dalam aplikasinya pada tatanan Pendidikan Nasional bukanlah sebuah bahasan yang ringkas untuk sekedar dibicarakan pada makalah sederhana ini. Karena pada kenyataannya kita dihadapkan pada benturan-benturan dimana aplikasi nilai dalam pendidikan utamanya pendidikan nasional masih mengalami kelemahan di sana-sini, sehingga menumpuk menjadi tugas besar bagi kita selaku insan akademis yang tentunya sudah dijejali wawasan ihwal pendidikan nilai bagaimana kelak apakah kita mampu merealisasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan kita kini dan akan tiba.Wallahu A’lam.
-----------
[1]Ace Suryadi, dan Dasim Budimansyah. Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indinisia Baru, (Bandung: Genesindo, 2004) h 3.
[2] Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional,1988).h. 218
[3] Suryadi, dan Budimansyah, Pendidikan Nasional, h. 165.
[4]Udang-Undang Republik Indonesia No 14 Thn 2005 Tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2006) h. 1.
[5]Rohmat Mulyana. Mengartikulasakan pendidikan Nilai, (Bandung: IKAPI,2004), h,165.
[6]Ibid, h. 151
[7]Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistim Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 68
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Muhyi Batubara, Sosiologi Pendidikan(Jakarta, Ciputat Press,2004). h. 58.
[11] Danim, Agenda Pembaruan, h 6.
[12] Mulyana., Mengartikulasikan, h. 146.
[13] Suryadi dan budimansyah, Pendidikan Nasional, h. 3.
[14] Mulyana, Mengartikulasikan, h.113.
[15] Ibid., h 107.
[16] Ibid, h. 168
[17] Ibid, h.178.
[18] Ibid, h 192
[19] Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam; Mengurai Benang Kusut DuniaPendidikan,(Jakarta: Raja Grafindo, 2006). h. 102.
Sumber http://makalahmajannaii.blogspot.comPendidikan nilai dalam konteks Pendidikan Nasional merupakan suatu kajian yang memberiklan pengetahuan bahwa pendidikan nilai merupakan dasar dan tolak ukur seseorang. untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang Pendidikan nilai dalam konteks Pendidikan Nasional, maka penulis berinisiatif meluncurkan tema pada makalah ini dengan judul Pendidikan nilai dalam konteks Pendidikan Nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Pendidikan Nilai dalam Konteks Pendidikan Nasional
A. Pendidikan Nasional
Pendidikan Nasional yaitu pelaksanaan pendidikan sebuah negara berdasarkan kepada sosio-kultural, sosio psikologis, sosio irit dan sosio politis. Pusat orientasinya adalah demi keberadaan bangsa, cita-cita bangsa dan negara, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Urgensi pendidikan nasional jangka pendek terutama diarahkan kepada menyanggupi kebutuhan nasional dalam pembangunan negara, dalam tiap lapangan kehidupan bangsa itu. Sedangkan kebutuhan jangka panjang yaitu demi keberadaan dan integritas nasional, demi regenerasi bangsa dan kepemimpinan nasional untuk membina kepribadian bangsa yang tercermin dalam tatanan kehidupan.[2]
B. Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan Nasional berorientasai pada perwujudan tatanan baru kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia dalam merealisasikan penduduk madani Indonesia (civil society). Masyarakat gres yang bersifat pluralistik yang berkepribadian Indonesia dibutuhkan mampu mendorong semangat kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka memburu cita-cita dan cita-cita kala depan yang cerah. Pendidikan di masa depan harus mampu mempercepat terbentuknya tatanan masyarakat yang pertama, menghargai perbedaan pendapat sebagai manifestasi dari rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara serta pemantapan kehidupan demokrasi di semua bidang kehidupan.
Kedua, tertib sadar hukum, memiliki budaya aib, dan mampu membuat keteladanan. Ketiga, mempunyai rasa percaya diri, mampu berdiri diatas kaki sendiri dan inovatif, mempunyai etos kerja yang tinggi, serta berorientasi terhadap penguasaan ilmu wawasan dan teknologi (iptek) dalam memacu keunggulan bangsa dalam kerangka persaingan dunia.[3] Dalam UUD RI. No 14 Thn 2005. Tentang guru dan dosen, disebutkan tujuan pendidikan nasioanal yaitu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan mutu manusia Indonesia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu wawasan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil makmur, dan beradab menurut pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Thn 1945.[4]
C. Faktor-Faktor Yang Menunjang Teraplikasinya Nilai Dalam Pendidikan Nasional
Saat ini dunia pendidikan kita tengah mencoba sejumlah penemuan pendidikan, banyak hal baru yang di perkenalkan dalam dunia pendidikan seiring dengan pergantian orientasi kebijakan Pendidikan Nasional dari yang statistik kedesentralistik, salah satu yang gampang kita temukan, inovasi pendidikan mengemukakan dalam ungkapan-ungkapan yang serba berbasis kompetensi (KBK), dan lain-lain. Istilah-perumpamaan itu tidak pernah timbul dalam kurikulum 1994 yang dipakai sebelumnya sesudah adanya kebijakan desentralisasi pendidikan. Yang dimaksud inovasi pendidikan disini yakni pemikiran atau acara yang dipersepsi sebagai satuan yang baru oleh penemunya, ungkapan gres memang mampu relatif, suatu ide atau acara yang sebetulnya telah usang berdasarkan sebuah komunitas masyarakat atau bangsa mampu dianggap baru oleh yang lain.
Rogers (1983) membuat batasan perihal obyektivitas seseorang dalam menganggap sesuatu yang dianggap gres berdasarkan dua persyaratan, yaitu yang pertama baru diukur bahwa ide atau acara tersebut memang pertama kali ditemukan.Yang kedua baru diukur oleh jarak waktu ketika seseorang atau kalangan penduduk pertama kali menggunakan gagasan atau program pendidikan itu.[5]Pada kretiria pertama, penemuan pendidikan banyak di kembangkan di lembaga pendidikan negara maju, ide gres yang dihasilkan lewat sejumlah observasi dan pengembangan dalam bidang pendidikan banyak dihasilkan oleh para pendidik dan andal pendidikan yaitu fasilitas dan kemudahan dan SDM yang tersedia cukup mendukung, sehingga temuan-temuan baru dalam bidang pendidikan dari tahun ketahun makin bertambah. Hal ini perlu dicermati berkenaan dengan pemikiran dan program untuk kenaikan mutu pendidikan. Lebih mempesona lagi ide dan program yang disediakan melalui sejumlah buku dan kebijakan pendidikan ternyata memiliki perhatian yang cukup serius dalam hal penyadaran nilai.
D. Landasan Kultural Pendidikan Nilai
Dalam konteks Pendidikan Nasional pengembangan pendidikan Nilai perlu diartikulasaikan sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa, yang bersifat kultural dan spiritual, hal ini tidak memiliki arti mesti mengabaikan landasan atau prinsip pengembangan pendidikan nilai yang bersipat umum mirip landasan filosofis, psikologis, sosial dan prinsip ketuhanan serta keterpaduan untuk menunjukkan makna atau penyadaran nilai mampu mengacu pada landasan yuridis dan religi yang berkembang dalam masyarakat kita.[6]
Landasan yuridis dalam penyelenggaraan pendidikan Nilai dalam konteks Pendidikan Nasional bantu-membantu mempunyai landasan hukum yang berpengaruh. Idiologi negara dan undang-undang dan GBHN merupakan ketentuan yuridis yang banyak mengandung pesan nilai. Karena itu pendidikan nilai memiliki posisi yang cukup strategis dalam pendidikan Nasional,
Dalam Pancasila sebagai landasan ideal bangsa kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa, Pancasila kaya dengan pesan nilai, etika dan budpekerti asli bangsa, karena itu landasan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dapat dijadikan landasan yang berpengaruh bagi penyelenggara pendidikan nilai di sekolah dikeluarga dan dimasyarakat. Secara relaktis sila-sila yang terdapat dalam Pancasila dengan terperinci menempatakan nilai ketuhanan yang diikuti oleh nilai kodrat kemanusiaan, dan nilai etis filosofis persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial. Semua nilai yang terkandung dalam Pancasila pastinya bukan sekedar simbol-simbol tiorik saja, tetapi merupakan falsafah atau idiologi bangsa yang mesti betul-betul direalisasikan dalam kehidupan berbagsa, bernegara dan beragama.
Dalam UUD 1945, dan dalam GBHN dengan jelas menggungkapkan lima dari tujuh karekter manusia Indonesia yang bersifat afektif ialah: ketakwaan, kebijaksanaan pekerti, kepribadian, semangat kebangsaan, dan cinta tanah air. Pengenmbangan lima aspek itu ialah garapan utama pendidikan nilai, disamping menolong bangsa biar menjadi cersdas dan trampil. Undang-undang pendidikan Nilai No. 2 Tahun 1989 maka status dan peran pendidikan nilai semakin berpengaruh. Pengembangan faktor afektif dalam pendidikan formal yang makin dituntut seimbang dengan dua faktor yang lain, ialah kognitif dan psikomotorik, sekaligus memperkuat posisi pendidikan nilai dalam konteks Pendidikan Nasional.
E. Moralitas Kesadaran Masyarakat
Manusia merupakan makhluk tuhan yang terbaik, mereka yaitu makhluk hidup yang memiliki tujuan dan fungsi yang bagus, secara tabiat manusia itu harus berbuat baik, berintraksi dan berbudaya untuk membuatkan sumber daya alam. Secara konseptual, etika insan itu sendiri memiliki beberapa tingkatan. Cheppy Haricahyono 1995 berpendapat bahwa sopan santun terdiri dari beberapa tingkatan ialah: Standar susila, hukum budbahasa, dan pertimbangan moral. Standar watak ialah bazis pijakan atau asumsi untuk memilih apakah secara akhlak sebuah tindakan itu diperkenankan atau tidak, baik atau tidak atau diterima oleh penduduk dan apakah bermaslahat bagi ummat atau tidak. Makna lain dari tolok ukur moral ialah prinsip-prinsip dasar atau tolok ukur yang paling fundamental untuk memilih benar atau salahnya sebuah langkah-langkah manusia didalam menjalani proses hidupnya. Aturan watak merupakan langkah-langkah yang dianggap benar atau salah dengan menurut pada kreteria yang di formulasikan oleh standard moral. Pertimbangan susila merupakan evaluasi watak terhadap dimensi kepribadian sekaligus langkah-langkah-tindakan seseorang baik bersifat umum maupun spesifik [7]
F. Pendidikan Yang Bermutu Kunci Keberhasilan
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pendidikan baik dalam makna formal, non formal, informal, maupun jaringan-jaringan kemasyarakatan, memiliki arti segala sesuatu yang berafiliasi dengan manusia yang mengandung seperangkat kesempatandan prilaku keseharian. Faktor SDM suatu negara akan memilih status kenegaraan itu, apakah negara ndeso, atau sedang meningkat dan maju.
Oleh karena itu modernisasi pembangunan suatu negara kebanyakan memilih maju mundurnya pendidikan dalam masyarakat dari keterbelakangan info-isu. Keberhasilan pembangunan nasional Indonesia mesti sejalan dengan perilaku mental SDM yang mendukung proses pembangunan itu ialah sebagai bagian dari agenda kerja pendidikan. Konsep ini mengisyaratkan bahwa wahana pengembangan sumber daya insan ialah pendidikan, hasilnya pendidikan itu harus bisa menghasilkan sumber daya manusia dengan tiga kemampuan. Pertama: Kemampuan melahirkan manusia yang mampu menunjukkan perlindungan terhadap pembangunan nasional. Kedua: Kemampuan untuk menghasilkan insan yang dapat mengapresiasikan, menikmati, dan memelihara hasil-hasil pembangunan itu. Ketiga: Kemampuan melahirkan proses pemanusiaan dan kemanusiaan secara terus menerus menuju bangsa yang adil dan bijak, dalam makna kemajuan dan pertumbuhan, dan memelihara dan merespon secara konkret hasil-hasil pembangunan adalah rasa mempunyai sumber-sumber lingkungan hidup, lingkungan fisik dan non-fisik.[8]
Bahwa kualitas pendidikan sekolah dapat diartikan selaku kesanggupan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efesien kepada komponen-unsur yang berkaitan dengan sekolah sehingga menghasilkan nilai tambah unsur tersebut menurut norma/standard yang berlaku. Pendapat tentang persyaratan mutu pendidikan Engkoswara(1986) menyaksikan mutu/kesuksesan pendidikan itu dari tiga sisi adalah: prestasi, situasi, dan ekonomi. Indikator yang termasuk kedalam kriteria hasil dan pelayanan pendidikan yaitu meliputi spesifikasi wawasan, keahlian, dan perilaku yang diperoleh anak bimbing. Hasil pendidikan itu dimanfaatkan di masyarakat dan di dunia.[9]
G. Peningkatan Peran Dan Mutu Guru Yang Profesional
Untuk mengaktifkan pencapaian tujuan Pendidikan Nasional banyak sekali upaya dilakukan adalah mengupayakan ekspansi dan pemerataan potensi menemukan pendidikan yang berkualitas tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia, menuju terciptanya insan Indonesia yang berkualitas dan memajukan kesanggupan akademik professional serta mengembangkan jaminan kemakmuran tenaga kependidikan sehingga tenaga kependidikan mampu berfungsi secara optimal. Melakukan pembauran sistem pendidikan tergolong pembauran kurikulum, dan mempekerjakan forum pendidikan baik di sekolah maupun luar sekolah sebagai sentra pemberdayaan nilai, perilaku, dan kesanggupan, serta mengembangkan partisipasi kekeluargaan dalam masyarakat yang mempunyai kepribadian dengan cirri-ciri sebagai berikut:
- Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Berakhlak yang mulia.
- Memiliki rasa kebangsaan yang tinggi.
- Jujur dalam berkata dan bertindak.
- Sabar dan akil dalam menjalankan profesi.
- Disiplin dan bekerja keras.
- Cinta kepada profesi.
- Memiliki pandangan aktual kepada penerima latih.
- Inovatif, inovatif, dan demokratis.
- Gemar membaca dan senantiasa ingin maju.
- Bekerjasama secara profesional dengan penerima bimbing, sejawat dan masyarakat.
- Terbuka terhadap rekomendasi dan kritik.
- Cinta tenang
- Memiliki wawasan internasional.[10]
Dalam konteks Pendidikan Nasional arti penting pendidikan nilai telah memasyarakat, kalau dikaikan dengan fenomena kehidupan dikala ini terkadang kurang kondusif bagi periode depan bangsa. Arus globalisasi yang demikian besar lengan berkuasa berpeluang mengikis jati diri bangsa, nilai-nilai kehidupan yang dipelihara menjadi goyah bahkan berangsur hilang. Karena budaya luar lebih ditanggapi penduduk daripada budaya pribumi, kenapa? Karena merupakan kehidupan gres bagi masyarakat pribumi, meskipun sesungguhnya tidak berimbang dengan nilai budaya kita . Tetapi lazimnya penduduk mengharapkan hal-hal yang gres tanpa memperdulikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yang hasilnya menuntut peranan pendidikan nilai untuk sungguh-sungguh menjamin lahirnya generasi yang tangguh secara intelektual maupun budbahasa.
Analisis atas kinerja pendidikan di Indonesia, sejak dulu sampai sekarang sudah mengantarkan kita pada sebuah kesimpulan bahwa terdapat beberapa kekurangan fundamental dalam penyelenggaraan pendidikan di tanah air. Salah satu bidang administrasi ketatalaksanaan sekolah, dan pada tataran proses mirip perencanaan, palaksanaan, dan penilaian belum dijalankan dengan mekanisme kerja yang ketat. Pada bidang lain mirip personalia, keuangan, sarana, dan prasarana, instrumen pembelajaran, layanan bantu, layanan perpustakaan, dan sebagainya.
Bukan cuma substansinya belum komprehensif melainkan patokan kesuksesan untuk masing-masing belum diterapkan secara taat dan berazas. Kemampuan pendekatan proses yang menuju tercapainya, kadang kala mengalami kendala alasannya adalah berbenturan dengan prilaku birokrasi, apatisme, disiplin rendah, biaya yang kurang, instrumen pendukung yang tidak valid, sifat kompetitif yang belum berkembang dan dukungan masyarakat yang begitu rendah.[11]
I. Muatan Nilai Dalam Pendidikan Nasional
Dalam konteks pendidikan nasional, arti penting pendidikan nilai tidak disangsikan lagi. Munculnya upaya pendidikan nilai yang sukses dirasakan sungguh mendesak bila dikaitkan dengan tanda-tanda-gejala kehidupan dikala ini yang acap kali kurang aman bagi kurun depan bangsa. Nilai-nilai kehudupan yang dipelihara menjadi goyah bahkan berangsur hilang. Perambatan budaya luar yang kurang ramah kepada budaya pribumi pada gilirannya menuntut tugas pendidikan nilai untuk benar-benar menjamin lahirnya generasi yang tangguh secara intelektual maupun etika.[12] Saat ini Pendidikan Nasional menghadapi aneka macam tantangan yang amat berat utamanya dalam upaya merencanakan kualitas sumber daya insan (SDM) yang mampu berkompetisi di kala global.[13]
Upaya untuk membangun kualitas kehidupan manusia lewat pendidikan persekolahan terus dilaksanakan dan tidak akan terhenti. Proses ini berjalan secara stimulan dan berkesinambungan, eksistensi insan saat ini diputuskan oleh proses pendidikan sebelumnya dan eksistensi insan akan tiba diputuskan oleh proses pendidikan saat ini.[14] Karena itu Pendidikan di sekolah sebaiknya menunjukkan prioritas untuk membangkitkan nilai-nilai kehidupan serta menerangkan implikasinya kepada kualitas hidup masyarakat.[15] Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Thn 2003 menyebutkan ada beberapa perubahan arah kebijakan yang cukup strategis bagi kurun depan pengembangan nilai di sekolah. Beberapa arah perubahan kebijakan beserta nilainya dapat kita simpulkan selaku berikut:
Salah satu ciri umum UUSPN no 20 Thn 2003 bersifat desentralistik memberikan bahwa pengembangan nilai-nilai kemanusiaan terutama dalam bidang pendidikan menjadi hal yang utama. Desentralisasi tidak hanya dimaknai sebagai limpahan kewenangan pengelolaan pendidikan pada tingkat kawasan atau sekolah namun dapat juga diartikan sebagai upaya pengembangan dan pemberdayaan nilai secara mampu berdiri diatas kaki sendiri pada para pelaku pendidikan, jika dulu nilai keadilan pendidikan ditempatkan pada konteks pemerataan, kini nilai keadilan menyatu dengan peluang untuk berbagi potensi sekolah atau individu secara unik.
Bahwa Pendidikan Nasional yang bermaksud mengembangkan mutu insan Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia telah memberikan porsi pada pemberdayaan pendidikan nilai dalam perjuangan membangun huruf moral bangsa. Ini mempunyai arti bahwa proses pendidikan harus kembali pada nilai-nilai serta kesadaran-kesadaran ketuhanan sesuai dengan iktikad yang dianut.
Disamping itu UUSPN menaruh perhatian kepada pendidikan anak usia dini yang mempunyai misi nilai sangat penting bagi pertumbuhan anak. Anak perlu dilatih untuk melibatkan asumsi, perasaan dan tindakannya dikala mereka bermain, bernyanyi, menulis atau menggambar sehingga pada diri mereka tumbuh nilai-nilai kejujuran, keadilan, kasih-sayang, toleransi, tanggung jawab dan keindahan dalam pengertian nilai berdasarkan kemampuan pengertian mereka.
Dengan disebutkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada bagian klarifikasi UUSPN, ini menunjukan bahwa nilai-nilai kehidupan akseptor latih perlu dikembangkan sesuai keperluan dan kesanggupan belajar mereka. Secara psikologis, hal ini mempunyai makna cukup luas, alasannya adalah kebutuhan dan kemampuan peserta ajar hanya akan mampu dipenuhi jika proses pembelajaran menjamin tumbuhnya perbedaan individu.[16]
J. Beberapa Contoh Bidang Studi Yang Memuat Pendidikan Nilai
a. IPA dan Matematika
Pada dasarnya tiap proses pendidikan menyertakan nilai dengan bermacam-macam jenis dan interaksinya. Namun proses pendidikan nilai masih sangat terbuka untuk dibicarakan dalam kerangka mencari alternatif-alternatif terbaik bagi proses internalisasi nilai agar mampu tercapai secara optimal. IPA dan Matematika merupakan dua disiplin ilmu yang mempunyai cara kerja berlawanan tetapi teori dan dalilnya mempunyai kebenaran niscaya. Karenanya kedua disiplin ilmu itu dikelompokkan sebagai ilmu pasti.[17]
Cara kerja keduanyapun bersifat fungsional, yakni Matematika berfungsi sebagai ilmu bantu bagi pengembangan IPA yang mencakup Fisika, Kimia, dan Biologi. UNESCO(1993) mencatat bahwa pembelajaran IPA dan Matematika yang dilakukan secara terpadu dengan kebutuhan pendidikan nilai akan bisa merobah makna belajar, meningkatkan kesanggupan akseptor ajar dalam menghargai bantuan IPTEK, menyebarkan minat mereka dalam belajar dan memiliki perilaku ilmiah yang terperinci. Karena materi esensial yang terdapat pada pokok-pokok bahasan IPA, Matematika mengandung nilai watak dan adab yang harus dimiliki oleh peserta latih.
b. IPS dan Humaniora
Ilmu Sosial merupakan disiplin ilmu mencakup sejumlah cabang disiplin ilmu lainnya mirip Psikologi, Geografi, Ekonomi, Politik, Sosial dan Antropologi. Sementara itu Humaniora meliputi bahasa dan sastra. Pengembangan pendidikan nilai yang terintegrasi dengan IPS dan Humaniora memiliki arti penting bagi kenaikan mutu pendidikan Nilai. Nilai yang berintegrasi dalam pembelajaran IPS dan Humaniora mampu berupa nilai intrinsik mirip obyektivitas, rasionalitas dan kejujuran ilmiah, atau dapat pula berbentuknilai dasar susila mirip kepedulian terhadap orang lain, empati dan kebaikan sosial lainnya. Diyakini bahwa pengembangan IPS dan Humaniora yang benar dan mempunyai arti akan bisa menghasilkan eksklusif-eksklusif sehat dan tangguh.[18]
c. Pendidikan Nilai Pada mata pelajaran PAI
Sebagai mata pelajaran, PAI mempunyai peranan penting dalam penyadaran nilai-nilai agama Islam terhadap penerima didik. Muatan mata pelajaran yang mengandung nilai, etika dan akhlak agama menempatkan PAI pada posisi terdepan dalam pengembangan budpekerti beragama siswa. Hal itu sekaligus berimplikasi pada peran-peran guru PAI yang kemudian dituntut lebih banyak kiprahnya dalam penyadaran nilai-nilai keagamaan. Pendidikan agama juga mempunyai karakteristik tersendiri yang berlainan dengan mata pelajaran lainnya. Pendidikan Agama Islam (PAI) mempunyai beberapa karakteristik diantaranya:
- PAI berupaya untuk menjaga doktrin penerima ajar semoga tetap kokoh dalam situasi dan kondisi apapun.
- PAI berusaha untuk menjaga dan memelihara pemikiran dan nilai-nilai yang tertuang dan terkandung Al qur’an dan Hadis serta otentisitas keduanya sebagai sumber utama ajaran Islam.
- PAI menonjolkan kesatuan dogma, ilmu dan amal dalam kehidupan keseharian.
- PAI berupaya membentuk dan menyebarkan kasalihan individu dan sekaligus kesalihan sosial.
- PAI menjadi landasan budbahasa dan akhlak dalam pengembangan iptek dan budaya serta aspek-faktor kehidupan yang lain.[19]
Pembahasan Nilai dalam aplikasinya pada tatanan Pendidikan Nasional bukanlah sebuah bahasan yang ringkas untuk sekedar dibicarakan pada makalah sederhana ini. Karena pada kenyataannya kita dihadapkan pada benturan-benturan dimana aplikasi nilai dalam pendidikan utamanya pendidikan nasional masih mengalami kelemahan di sana-sini, sehingga menumpuk menjadi tugas besar bagi kita selaku insan akademis yang tentunya sudah dijejali wawasan ihwal pendidikan nilai bagaimana kelak apakah kita mampu merealisasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan kita kini dan akan tiba.Wallahu A’lam.
DAFTAR PUSTAKA
- Batubara, Muhyi. Sosiologi Pendidikan.Jakarta: Ciputat Press, 2004.
- Danim, Sudarwan . Agenda Pembaruan Sistim Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
- Mulyana, Rohmat. Mengartikulasakan Pendidikan Nilai. Bandung: IKAPI,2004.
- Noor Syam, Muhammad. Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional, 1988.
- Suryadi, Ace. Dan Dasim Budimansyah. Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru. Bandung: Genesindo, 2004.
- Undang-Undang Republik Indonesia No 14 Thn 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2006.
-----------
[1]Ace Suryadi, dan Dasim Budimansyah. Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indinisia Baru, (Bandung: Genesindo, 2004) h 3.
[2] Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional,1988).h. 218
[3] Suryadi, dan Budimansyah, Pendidikan Nasional, h. 165.
[4]Udang-Undang Republik Indonesia No 14 Thn 2005 Tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2006) h. 1.
[5]Rohmat Mulyana. Mengartikulasakan pendidikan Nilai, (Bandung: IKAPI,2004), h,165.
[6]Ibid, h. 151
[7]Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistim Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 68
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Muhyi Batubara, Sosiologi Pendidikan(Jakarta, Ciputat Press,2004). h. 58.
[11] Danim, Agenda Pembaruan, h 6.
[12] Mulyana., Mengartikulasikan, h. 146.
[13] Suryadi dan budimansyah, Pendidikan Nasional, h. 3.
[14] Mulyana, Mengartikulasikan, h.113.
[15] Ibid., h 107.
[16] Ibid, h. 168
[17] Ibid, h.178.
[18] Ibid, h 192
[19] Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam; Mengurai Benang Kusut DuniaPendidikan,(Jakarta: Raja Grafindo, 2006). h. 102.
EmoticonEmoticon